Tuesday, January 15, 2013

PERTANIAN SEBAGAI PERADABAN

Pengertian peradaban
            Peradaban!! Sebuah kata yang memiliki banyak sekali pengertian. Tidak hanya merujuk pada kemajuan pola pikir manusia saja, lebih dari itu, ternyata peradaban lebih merujuk pada suatu masyarakat yang “kompleks”. Suatu peradaban bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan suatu wilayah/bangsa. Selain itu, peradaban juga bisa menjadi pembeda antar zaman. Seperti halnya sebuah evolusi, peradaban juga selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, hanya saja arahnya yang membedakan, ke arah kemajuan ataupun ke arah hilangnya peradaban tersebut.
Pertanian sebagai sebuah peradaban
            Sebagai sesuatu yang kompleks,perdaban pasti berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan manusia. Tak terkecuali pada sector pertanian.. Selain bidang tata kota dan ilmu pengetahuan, pertanian juga merupakan  sector yang cukup cepat berkembang. Bahkan bisa dibilang kalau pertanian itu merupakan salah satu bentuk perdaban yang pertama kali muncul. Sebelum manusia mengenal tulisan, pertanian dalam bentuk yang sederhana sudah dikenal manusia pada masa itu.Semakin sulitnya mencari buruan, membuat manusia pada masa nomaden harus “memakai akal” dan intuisi yang diperoleh dari “ pengamatan” gejala alam untuk menemukan komplemen maupun subtitusi makanan(daging). Dan yang realistis adalah menggunakan tumbuhan  sebagai pengganti atau pelengkap makanan selain daging yang semakin didapatkan.
            Peradaban di pertanian tidak berhenti sampai di situ, dari yang semula hanya “mengambil “ langsung dari alam dan berpindah-pindah, menggunakan pola semi nomaden( berpindah tapi hanya 1-2 lahan saja), dan pada akhirnya menggunakan pola penanaman dengan lahan yang tetap.
             Pemakaian lahan yang sudah menetap merupakan tonggak sejaarah dimulainya  era baru dalam pertanian. Era baru bidang pertanian ini tidak statis, tetapi dinamis dan selalu berkembang. Keteraturan dan gejala-gejala yang terjadi di alam, misalnya musim dan kehidupan tanaman pertanian memberikan pengalaman pada manusia untuk bisa lebih tahu tentang pertanian.

            Semakin kompleksnya kebutuhan manusia dan  tuntutan untuk dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan bersama( dijual), mendorong manusia menggunakan “kekuatan” yang dimiliki, dalam hal ini adalah kecerdasannya untuk menciptakan system pertanian yang paling efektif dan efisien, serta paling ideal yang mana system ini berbada-beda antar iklim dan topografi.
Ketidakberadaban dalam pertanian   
            Apakah semakin tinggi kecerdasan dan pola pikir yang mampu melahirkan system yang efektif dan efisien ini membuat peradaban pertanian tidak memiliki cacat? Ternyata tidak. Telah diketahui sebelumnya bahwa suatu “budaya” yang beradab tidak hanya diukur dari kecerdasan manusia saja. Tetapi budaya merupakan milik bersama sehingga bentuk norma-narma, aturan yang memihak kepentingan bersama dan juga kedisiplinan juga masuk dalam indicator keberadaban.
 Dalam pertanian, ketiadaan norma dan aturan hanya  akan menciptakan system yang tidak beradab. Memang kemajuan pola pikir manusia telah membuat kemajuan yang luar biasa di bidang pertanian, tetapi ketiadaan norma dan aturan yang memihak kepentingan bersama  hanya akan membuat hasil pertanian mengalir ke arah sebagian orang saja.. padahal eksistensi pertanian adalah digunakan untuk semua orang. Ironis memang!!!
Ya, kita lihat saja ketika Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang masih menjajah Indonesia. Bagaimana mereka sebenarnya memiliki pola pikir yang lebih dari Bangsa Indonesia pada waktu itu. Bagaimana mereka juga memiliki aturan yang lebih terstruktur dari Bangsa Indonesia. Tetapi apa yang terjadi ketika kecerdasan dan aturan yang hanya untuk kepentingan golongan tanpa norma disatukan? Mereka memiliki kemampuan bercocok tanam yang jauh lebih baik dari yang kita  punya pada saat itu, banyak hasil pertanian Indonesia yang menjadi tulang punggung perekonomian mereka. Tetapi hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Bangsa Indonesia banyak yang mendarita atau bahkan sampai meninggal karena harus menggarap lahan pertanian demi kepentingan penjajah.  Mungkin istilah “tikus mati di lumbung padi” cocok untuk menggambarkan keadaan pada waktu itu.
Kecerdasan manusia juga membuat ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat cepat. Hal ini menimbulkan budaya instan di masyarakat. Banyak petani tidak sabar, sehingga menggunakan pestisida berlebih agar dapat menghilangkan hama dengan cepat. Tetapi tidak berfikir ke depan tentang masalah yang timbul ketika zat yang terkandung dalam pestisida terakumulasi di tanah dalam jumlah yang besar. Zat ini pastinya dapat mematikan mikroorganisme di tanah yang dapat menyuburkan tanah secara alami. Lebih jauh dari itu, pestisida yang terakumulasi dapat mengganggu rantai makanan dan pada akhirnya juga merusak ekologi dan ekosistem.
Ketika ekstensifikasi pertanian, tak jarang membuka lahan pertanian dengan menebangi hutan. Dan akibatnya bisa ditebak yaitu seringnya banjir dan tanah longsor yang terjadi.
Mengembalikan keberadaban pertanian
            Kemajuan pola pikir dan kecerdasan manusia memang dibutuhkan dalam membuat pertanian lebih maju. Tetapi norma dan aturan yang memihak kepentingan bersama juga harus diperhatikan. Dengan digabungkannya ketiga hal tersebut akan muncul suatu kebijaksanaan dan pada akhirnya menciptakan suistanable agriculture yang hasil dari pertanian bisa dinikmati seluruh umat manusia tanpa banyak pengorbanan materi(mahal) dan kerusakan lingkungan yang akan ditanggung anak cucu kita.   

No comments:

Post a Comment